Notification

×

Iklan

Iklan

Komentar di Facebook Berujung Pengeroyokan: Warga Damarjati Diduga Aniaya Pemuda Pancur Jepara

Rabu, 22 Oktober 2025 | 12.27 WIB Last Updated 2025-10-22T05:28:48Z

Foto, ilustrasi. Karya Foto: Global 7 Jepara.

Queensha.id - Jepara,


Dunia maya semestinya menjadi ruang berekspresi dan berpendapat, bukan ajang balas dendam atau pamer kuasa. Namun, prinsip itu seolah diabaikan oleh A.R., warga Desa Damarjati, Kecamatan Kalinyamatan, yang kini menjadi sorotan publik setelah videonya mendatangi Balai Desa Damarjati dengan gaya preman viral di media sosial.


A.R. diduga melakukan penganiayaan terhadap seorang pemuda asal Desa Pancur, Kecamatan Mayong, hanya karena komentar di Facebook.


Korban, yang meminta identitasnya disamarkan dengan nama Kaisar (26), menceritakan pengalaman pahitnya saat menjadi sasaran pengeroyokan pada Sabtu (18/10/2025) di kantor Perumahan Lestari Garden Hills, yang disebut-sebut milik A.R. Peristiwa itu terjadi tidak lama setelah Kaisar menuliskan komentar kritis di unggahan A.R. di media sosial.



Komentar yang Memicu Amarah


Menurut Kaisar, komentarnya bersifat kritik sosial yang wajar dan konstruktif. Beberapa di antaranya adalah:


  1. “Politikmu terlalu mempersulit urusan rakyat kecil, Kang.”
  2. “Kang Agus Alesta, kesalahan orang kau cari, kesalahanmu sendiri tak kau amati.”
  3. “Politik yang sehat tidak perlu menjatuhkan orang lain demi mencari reputasi diri sendiri.”


Namun, komentar tersebut rupanya memantik emosi A.R. Korban mengaku menerima 35 panggilan telepon tak terjawab dan sejumlah pesan WhatsApp bernada ancaman dari A.R., yang memintanya datang ke kantor Garden Hills.


Karena khawatir keselamatan keluarganya terganggu, Kaisar memutuskan datang sendirian. Setibanya di lokasi, ia justru diseret masuk dan dikeroyok empat orang, termasuk A.R. sendiri.


“Saya ditanya siapa yang nyuruh saya berkomentar seperti itu. Mereka mengancam akan menculik dan memotong tangan saya kalau macam-macam. Saya jawab jujur, itu murni pendapat pribadi. Setelah itu mereka langsung memukul kepala belakang, tangan, dan kaki saya,” tutur Kaisar saat ditemui wartawan di Jepara, Selasa (21/10/2025).


Akibat kejadian itu, Kaisar mengalami luka lebam di kepala dan beberapa bagian tubuh. Ia kemudian melaporkan insiden tersebut ke Polres Jepara dengan Surat Tanda Terima Laporan Pengaduan (STPLP) Nomor: STPLP/861/X/2025/Reskrim.



Perangkat Desa Diduga Diam di Tempat Kejadian


Lebih ironis, korban menyebut beberapa perangkat desa dan petinggi Desa Pancur ikut menyaksikan peristiwa itu, namun tak satu pun berusaha melerai. “Saya lihat mereka ada di sana, tapi hanya diam. Seolah takut,” ungkap Kaisar lirih.



Kasus Kekerasan Berulang


Berdasarkan penelusuran wartawan, A.R. bukan kali pertama terlibat kasus kekerasan. Dalam laporan terpisah dengan Nomor: STPLP/862/X/2025/Reskrim, A.R. juga dilaporkan karena memukul seorang tukang pijat dan merusak motor korban, hanya karena terlambat datang ke rumahnya.


Catatan kepolisian menunjukkan setidaknya tiga laporan resmi telah diajukan terhadap A.R. dalam waktu yang relatif singkat hingga menunjukkan adanya pola perilaku arogan dan kekerasan berulang.



Ahli Hukum Bicara


Seorang pakar hukum pidana dari Semarang, yang enggan disebutkan namanya, menilai tindakan itu dapat dijerat dengan pasal berat.


“Jika benar korban diseret dan dipukul bersama-sama, pelaku bisa dijerat Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan, dengan ancaman lima tahun penjara. Bila disertai ancaman penculikan, dapat ditambah Pasal 335 KUHP tentang pengancaman,” ujarnya.



Tanggapan Pihak Terlapor


Untuk menjaga keberimbangan informasi, wartawan Global7.id telah menghubungi A.R. melalui pesan WhatsApp pada Rabu (22/10/2025). A.R. membantah tuduhan penganiayaan tersebut.


“Bukan saya, tapi Mas Grandon (Hermanto). Nggak ada penganiayaan, cuma dorong saja, ada saksinya banyak. Kejadiannya memang di kantor saya, tapi itu dibesar-besarkan,” tulis A.R. dalam pesan singkatnya.



Seruan Keadilan


Masyarakat Jepara berharap aparat penegak hukum bertindak transparan dan profesional dalam menangani kasus ini. Mereka meminta agar ruang digital tetap menjadi tempat yang aman untuk berpendapat tanpa ancaman kekerasan.


“Kritik sosial itu bukan kejahatan. Kekerasanlah yang seharusnya ditindak tegas,” ujar salah satu tokoh masyarakat Damarjati.


Kasus ini menjadi pengingat bahwa kebebasan berpendapat harus dilindungi, bukan dibungkam dengan kekerasan.


***

Reporter: Tim Investigasi Global7.id
Editor: Vico Rahman.
Sumber: Wawancara korban, dokumen laporan polisi, bukti percakapan, dan penelusuran lapangan.