Foto, Agus Alesta dan Petinggi Desa Damarjati, Kusno. |
Queensha.id - Jepara,
Suasana Balai Desa Damarjati, Kecamatan Kalinyamatan, Kabupaten Jepara, sempat memanas pada Jumat (17/10/2025). Seorang warga bernama Agus Alesta meluapkan kekesalannya terhadap pelayanan pemerintah desa yang dinilai lamban dan tidak disiplin.
Agus yang datang untuk mengurus administrasi BPJS keluarganya mengaku kecewa karena mendapati sebagian perangkat desa belum hadir di kantor meski sudah memasuki jam kerja. Ia juga menyoroti keberadaan Petinggi Desa Damarjati, Kusno, yang saat itu tidak berada di tempat.
“Pukul 09.00 WIB baru ada dua orang perangkat desa. Yang lain baru datang sekitar jam 10 hingga jam 11 siang. Bahkan ada yang tidak masuk tanpa izin,” ujar Agus Alesta dengan nada kesal saat ditemui wartawan.
Tidak hanya soal keterlambatan pegawai, Agus juga menyinggung kurangnya transparansi proyek desa, terutama proyek cor jalan yang disebutnya tidak sesuai spesifikasi dan mengalami keretakan. “BPJS ketenagakerjaan 10 bulan belum dibayar. Pembangunan jalan juga banyak yang tidak sesuai ukuran,” tambahnya.
Petinggi Desa Bantah dan Sebut Hanya Salah Paham
Menanggapi tudingan tersebut, Petinggi Desa Damarjati, Kusno, membantah keras bahwa pelayanan di desanya tidak berjalan baik. Ia menjelaskan bahwa ketidakhadirannya saat kejadian lantaran tengah menghadiri acara pernikahan.
“Agus itu mungkin kurang paham. Pemdes sudah bekerja maksimal, termasuk urusan BPJS yang kini sudah dalam tahap pencairan,” jelas Kusno.
Kusno juga menilai kemarahan Agus lebih disebabkan faktor psikologis dan tekanan pribadi. “Saya pasrahkan semua pada Gusti Allah. Saya tidak melakukan kesalahan. Warga yang marah itu sedang banyak beban, mungkin dari segi ekonomi maupun mental,” ujarnya dengan tenang.
Perangkat Desa: Kami Difitnah Tidak Masuk Kerja
Pernyataan Agus juga dibantah oleh Febri, staf Kasi Kesejahteraan Desa Damarjati. Ia mengaku tidak terima atas tuduhan bahwa para perangkat desa malas bekerja.
“Tidak benar kalau kami tidak masuk kerja. Justru saya yang merasa dilecehkan karena baju saya ditarik-tarik saat kejadian,” ungkap Febri yang tampak kecewa.
Febri menambahkan bahwa pihaknya siap membuka data kehadiran dan laporan pekerjaan perangkat desa untuk membuktikan bahwa pelayanan tetap berjalan seperti biasa.
Warga Minta Evaluasi Kinerja Aparat Desa
Peristiwa adu mulut antara warga dan perangkat desa itu kini ramai diperbincangkan di media sosial. Sejumlah warga Damarjati berharap kejadian tersebut menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah desa agar pelayanan publik lebih disiplin dan transparan.
“Kalau semua pihak bisa saling menahan diri dan terbuka, hal seperti ini tidak perlu terjadi. Yang dibutuhkan masyarakat itu pelayanan cepat dan jujur,” ujar salah satu tokoh masyarakat setempat.
Pengamat: Pelayanan Publik di Desa Harus Humanis dan Terbuka
Menanggapi fenomena ini, Dr. Dimas Prasetyo, pengamat kebijakan publik dari Universitas Negeri Semarang, menilai bahwa insiden seperti di Damarjati sering kali muncul akibat komunikasi yang buruk antara aparat desa dan warga.
“Pelayanan publik di desa harus humanis dan transparan. Jangan biarkan warga merasa diabaikan. Sekecil apa pun aspirasi masyarakat harus didengar, karena desa adalah garda terdepan pemerintahan,” tegas Dimas.
Ia juga menambahkan bahwa perlu ada sistem kehadiran digital dan laporan transparan proyek desa agar kinerja perangkat bisa dipantau publik secara terbuka.
***
Sumber: Memoterkini.