Notification

×

Iklan

Iklan

Saat Murid Pintar Tapi Tak Tahu Etika, Dimana Letak Gagalnya?

Jumat, 17 Oktober 2025 | 20.23 WIB Last Updated 2025-10-18T08:44:24Z

Foto, ilustrasi, seorang murid sekolah laki-laki.


Queensha.id – Edukasi Pendidikan,


Di tengah gempuran teknologi dan perlombaan nilai akademik, ada satu hal yang kian memudar di dunia pendidikan: etika dan adab. Anak-anak kini tumbuh dalam budaya kecepatan dan hasil instan. Nilai tinggi dijadikan tolok ukur keberhasilan, sementara sikap santun, empati, dan penghormatan terhadap guru maupun sesama, mulai terpinggirkan.


Kecerdasan tanpa adab hanyalah kesombongan yang dibungkus nilai tinggi.
Sekolah bisa mencetak anak pintar, tapi tanpa karakter, mereka mudah kehilangan arah saat keluar dari gerbang sekolah.



Ketika Nilai Tak Lagi Sejalan dengan Moral


Fenomena siswa berprestasi tapi sulit diatur bukan lagi hal asing. Beberapa guru di Jepara bahkan mengeluhkan, ada murid yang fasih menjawab soal matematika rumit, namun enggan memberi salam atau sekadar menghormati guru yang lewat.


“Kadang mereka tahu semua rumus, tapi lupa sopan santun. Itu bukan kesalahan anak semata, tapi juga cerminan sistem pendidikan kita yang terlalu fokus pada nilai, bukan perilaku,” ujar Rohmadi, S.Pd, salah satu guru SMA di kota Semarang, Jawa Tengah.


Menurutnya, pendidikan karakter sering kali hanya menjadi slogan di dinding sekolah, tanpa benar-benar diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar.



Sekolah Bukan Pabrik Nilai, Tapi Rumah Pembentukan Jiwa


Tugas pendidikan bukan hanya mencerdaskan, tapi juga menumbuhkan hati yang tahu kapan harus hormat, kapan harus mendengar, dan bagaimana bersikap. Sekolah sejatinya bukan pabrik penghasil nilai tinggi, melainkan rumah tempat tumbuhnya kesadaran dan empati.


Sayangnya, sistem ujian dan penilaian nasional sering kali membuat sekolah lebih sibuk mengejar akreditasi ketimbang menanamkan budi pekerti.
Padahal, pendidikan sejati adalah perpaduan antara intelektualitas dan moralitas dan dua hal yang tak bisa dipisahkan.



Pandangan Pengamat Pendidikan


Menurut Dr. Rahmat Setiawan, pengamat pendidikan nasional, kegagalan etika di kalangan pelajar bukan sekadar tanggung jawab sekolah, tapi juga keluarga dan lingkungan sosial.


“Anak belajar sopan santun pertama kali dari rumah, bukan dari kelas. Sekolah hanya memperkuat. Kalau di rumah dibiarkan bicara seenaknya, di sekolah pun akan terbawa,” ungkapnya dikutip dari berbagai sumber, Jumat (17/10/2025).


Rahmat juga menyoroti bahwa sistem pendidikan modern di Indonesia sering kali lebih menghargai kecerdasan kognitif daripada kecerdasan emosional dan moral.
“Negeri ini butuh generasi cerdas yang juga beretika. Dunia kerja bukan hanya menilai otak, tapi juga kepribadian,” tambahnya.



Dunia Butuh Orang Baik, Bukan Hanya Orang Cerdas


Karena dunia tak hanya butuh orang cerdas, tapi orang baik yang tahu cara memperlakukan manusia. Senyum, empati, dan kejujuran sering kali lebih bernilai daripada sekadar ijazah dan nilai sempurna.


Dan jika sekolah gagal menanamkan itu, maka kecerdasan yang lahir di ruang kelas hanya akan menjadi angka tanpa makna.


***

Penulis: Redaksi Queensha.id.
Editor: Vico Rahman.
Jumat, 17 Oktober 2025


×
Berita Terbaru Update