| Foto, ilustrasi gambar. Seseorang bernama Rafi. |
Queensha.id – Magelang,
Kisah ini berasal dari sebuah dusun tenang di Kabupaten Magelang. Warga di sana masih membicarakan nasib tragis seorang lelaki berusia 42 tahun, sebut saja Rafi, pengusaha kecil yang terjerat praktik riba hingga hidupnya runtuh perlahan. Ia awalnya dikenal sebagai sosok ramah, pekerja keras, dan pandai mencari peluang. Namun semua berubah ketika ia memilih jalan cepat: pinjaman berbunga tinggi.
Awalnya tampak biasa. Tetapi di balik itu, Rafi mulai melakukan praktik pinjam-meminjam yang mengandung riba—baik sebagai peminjam maupun pemberi pinjaman. Ia meyakini langkah itu sebagai “strategi bisnis”. Tidak ada yang menyangka, kebiasaan tersebut justru menyeretnya ke jurang kehancuran.
Awal Mula Keruntuhan
Rafi semakin berani mengambil pinjaman dari rentenir untuk memperbesar usahanya. Bunga 20%–35% dianggapnya sebagai ‘biaya wajar’. Ketika mulai mampu memutar uang, ia justru balik menjadi pemberi pinjaman dengan bunga lebih tinggi.
Dalam setahun, usaha Rafi tampak berkembang. Motor baru, renovasi rumah, dan bisnis yang kelihatannya moncer. Namun dari sisi lain, kehidupannya mulai retak: rumah tangga tidak harmonis, pertengkaran soal utang semakin sering, dan tekanan mentalnya meningkat.
“Dia sering kelihatan gelisah. Sebulan terakhir seperti orang ketakutan,” kata seorang tetangga.
Puncak Petaka
Puncak tragedi terjadi pada suatu malam ketika Rafi ditemukan tak sadarkan diri di gudang kecil belakang rumahnya. Ia diduga mengalami serangan jantung mendadak karena tekanan finansial, tumpukan pinjaman, serta ancaman dari pihak yang meminjam uang darinya dan belum mampu membayar.
Rafi sempat dilarikan ke rumah sakit, namun nyawanya tak tertolong. Kematian mendadaknya menjadi pukulan bagi keluarga sekaligus peringatan bagi warga sekitar.
Riba dalam Pandangan Islam: Ancaman Nyata yang Tak Boleh Diremehkan
Dalam Islam, riba bukan sekadar transaksi yang dilarang, tetapi termasuk dosa besar yang disebutkan secara tegas dalam Al-Qur’an:
“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” – QS Al-Baqarah: 275
Ayat berikutnya bahkan lebih keras:
“Maka jika kamu tidak meninggalkan sisa riba, ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.” – QS Al-Baqarah: 279
Dalam tafsir para ulama, riba bukan hanya menghancurkan keberkahan harta, tetapi juga menghancurkan ketenangan jiwa dan stabilitas sosial.
Pandangan Ulama Terkemuka di Indonesia
Para ulama besar Indonesia sejak dulu telah mengingatkan bahaya riba yang sifatnya merusak dan menghancurkan hidup pelakunya.
1. KH. Maimoen Zubair (Mbah Moen)
Ulama karismatik asal Rembang itu menegaskan bahwa riba menghilangkan keberkahan:
“Riba itu terlihat menguntungkan, tetapi sebenarnya menghapus keberkahan dan membawa kesempitan hidup," tulisan keterangan yang dikutip dari berbagai sumber.
2. KH. Quraish Shihab
Dalam berbagai kajian, Quraish Shihab menjelaskan bahwa riba menumbuhkan ketamakan, menghilangkan empati, dan menjadi pintu ketidakadilan sosial—yang akhirnya kembali menghantam pelakunya sendiri.
3. Gus Baha
Gus Baha sering mengingatkan bahwa riba adalah “dosa yang bergerak”—dampaknya terus mengikuti:
“Riba itu membuat hati tidak tenang. Allah mencabut rasa aman dari pelakunya.”
4. Buya Yahya
Buya Yahya menilai bahwa banyak tragedi hidup seperti rumah tangga hancur, usaha bangkrut, hingga depresi berat, seringkali berawal dari keberanian seseorang bermain dengan riba.
Kematian Tragis Rafi sebagai Cermin
Kisah Rafi yang meninggal dalam tekanan riba seolah menegaskan peringatan para ulama tersebut.
Bukan soal “kutukan”, tetapi karena riba menciptakan siklus kehidupan yang membuat pelakunya tertekan, kehilangan keberkahan, dan hidup dalam kecemasan hingga pada akhirnya dapat menimbulkan petaka.
Warga Magelang kini mengingat kisah ini sebagai pelajaran keras: jalur cepat lewat riba tidak pernah benar-benar menjadi jalan keluar. Rafi menjadi cermin pahit bahwa harta yang diperoleh dari bunga, ketidakadilan, dan tekanan finansial, bisa menghancurkan hidup dalam sekejap.
***
Tim Redaksi.