| Foto, ilustrasi Dana Desa. |
Queensha.id - Jepara,
Sebanyak 29 desa di Kabupaten Jepara terpaksa menghentikan sejumlah kegiatan pembangunan karena dana desa tahap kedua kategori non earmark tak kunjung bisa dicairkan. Kondisi ini muncul setelah terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025, yang menghentikan penyaluran dana non earmark secara surut sejak 17 September 2025, meski aturan tersebut baru disahkan pada 18 November 2025.
Ketentuan yang berlaku mundur itu membuat desa-desa yang terlanjur menjalankan kegiatan dengan dana talangan menghadapi kebingungan serius.
Desa Kebingungan, Pekerjaan Sudah Terlanjur Berjalan
Petinggi Sekuro, Kecamatan Mlonggo, Ali Shohib, mengungkapkan bahwa desanya sudah menjalankan sejumlah kegiatan dengan dana talangan dari berbagai pihak. Nilainya tidak kecil: Rp 577.513.440.
“Kegiatan ini sudah ada yang terlaksana. Kami berharap bisa ditutup ketika ada pencairan dana desa,” ujarnya.
Kegiatan yang dimaksud antara lain musyawarah desa (musdes) dan sejumlah pekerjaan infrastruktur yang sudah berjalan. Namun ketika proses pencairan dilakukan, sistem menolak karena aturan PMK yang baru disahkan.
“Padahal PMK ini baru disahkan 18 November, namun dihentikan sejak 17 September,” tegasnya.
Ali berharap Pemkab Jepara segera mengambil langkah strategis agar desa-desa yang terdampak tidak terjebak utang talangan berkepanjangan.
Total Anggaran Menggantung: Rp 9,33 Miliar
Kepala Dinsospermades Jepara, Moh Ali, membenarkan adanya 29 desa yang tertahan pencairan dana desa tahap II kategori non earmark. Totalnya mencapai Rp 9.331.205.606.
Ia memerinci desa-desa tersebut tersebar di berbagai kecamatan, antara lain:
- Batealit: Desa Batealit Rp 197.769.660
- Donorojo: Blingoh Rp 564.292.200; - Clering Rp 405.276.000
- Kalinyamatan: Damarjati Rp 438.222.600; - Margoyoso Rp 340.829.200; - Pendosawalan Rp 482.214.000
- Karimunjawa: Karimunjawa Rp 130.731.600; - Kemujan Rp 175.041.600; - Nyamuk Rp 301.842.000; - Parang Rp 279.561.600
- Kedung: Bugel Rp 280.625.200; - Jondang Rp 159.722.408; - Kerso Rp 359.029.296; - Menganti Rp 468.411.492; - Sowan Kidul Rp 406.113.600; - Sowan Lor Rp 277.744.232; Sukosono Rp 251.882.544; - Surodadi Rp 175.877.800; - Tanggul Tlare Rp 243.739.800; - Tedunan Rp 304.386.000
- Kembang: Kaliaman Rp 371.025.400
- Mlonggo: Mororejo Rp 231.235.650; - Sekuro Rp 577.513.440
- Nalumsari: Blimbingrejo Rp 482.505.900
- Welahan: Brantak Sekarjati Rp 225.300.384; - Kedungsarimulyo Rp 330.859.800; - Kendengsidialit Rp 386.679.000; - Ketilengsingolelo Rp 247.279.800; - Ujung Pandan Rp 235.493.400
Menurut Moh Ali, kondisi ini terjadi karena PMK turun tanpa pemberitahuan sebelumnya, namun langsung berlaku surut.
“Kami sudah bertemu dengan para petinggi. Tindak lanjutnya adalah bersurat ke Kemenkeu agar PMK tersebut bisa ditinjau kembali,” ungkapnya.
Pemkab Jepara Menunggu Kepastian Pusat
Hingga kini, Pemkab Jepara masih menunggu respons Kementerian Keuangan atas surat permohonan peninjauan kembali. Desa-desa berharap ada kebijakan khusus agar pencairan dana bisa tetap dilakukan, mengingat sebagian kegiatan telah berjalan dan membutuhkan pelunasan.
Kebijakan dana desa yang berlaku surut ini dinilai berpotensi menimbulkan beban administrasi dan finansial bagi desa, terutama yang sudah menjalankan kegiatan pembangunan fisik di lapangan.
***
Tim Redaksi.