| Foto, petugas MBG mendapati ayam yang masih berdarah di menu MBG di wilayah kecamatan Bangsri, Jepara. |
Pelaksanaan perdana program Makan Bergizi Gratis (MBG) oleh Dapur SpPG 1 Guyangan Bangsri yang dikelola Yayasan Alma Al-Mawadah justru memantik sorotan tajam. Program yang digadang menjadi langkah awal peningkatan gizi anak-anak ini meninggalkan catatan serius terkait kualitas makanan, keamanan pangan, dan profesionalisme penyelenggara.
Penyaluran perdana MBG menyasar 1.484 penerima manfaat, terdiri dari peserta didik SMPN 2 Bangsri, PAUD Pelangi Terpadu, KB Al Anwar, KB Andika Muslimat, TK NU 2, SDN 1, dan SDN 2. Program ini disebut sebagai tahap awal dari rangkaian pelaksanaan lanjutan.
Namun, pantauan langsung awak media di SMPN 2 Bangsri menemukan sejumlah kejanggalan. Menu disajikan menggunakan baki stainless berukuran kecil, berisi nasi dengan porsi terbatas, sayuran, daging ayam, jeruk kecil jenis santang, serta lumpia. Masalah krusial muncul ketika sejumlah siswa mengeluhkan daging ayam yang belum matang sempurna.
Beberapa potongan ayam terlihat masih berwarna merah dan menyisakan darah, kondisi yang jelas berisiko bagi kesehatan anak-anak. Keluhan siswa ini disampaikan kepada guru kelas dan diperkuat oleh guru kelas VII dan IX, yang secara langsung menunjukkan potongan ayam bermasalah tersebut. Fakta ini menegaskan bahwa persoalan bukan sekadar persepsi siswa, melainkan temuan nyata di lapangan.
Kondisi tersebut dikonfirmasi oleh Yosi, petugas pengantar MBG di SMPN 2 Bangsri, yang saat itu masih berada di lokasi. Saat dimintai keterangan, ia menyebut pemadaman listrik PLN pada malam sebelumnya sebagai alasan singkat, tanpa penjelasan rinci terkait prosedur keamanan pangan maupun standar kelayakan konsumsi.
Masalah tidak berhenti di situ. Sejumlah guru juga melaporkan kualitas nasi yang nyaris basi. Nasi yang disiram kuah disebut mengalami perubahan aroma dan tekstur, sementara nasi tanpa kuah masih dalam kondisi baik. Temuan ini memunculkan dugaan kuat adanya masalah pada proses penyimpanan, distribusi, atau manajemen dapur MBG.
Menanggapi temuan tersebut, Kepala SMPN 2 Bangsri, Agus Awalludin, menyampaikan kritik tegas. Ia menekankan pentingnya tanggung jawab dan profesionalisme pihak penyedia sebelum mendistribusikan makanan ke sekolah.
“Kalau dirasa belum matang, jangan dipaksakan untuk didistribusikan. Harus diganti dengan makanan lain yang benar-benar menyehatkan, bukan justru merugikan tubuh anak-anak,” tegas Agus.
Insiden ini memunculkan pertanyaan mendasar: bagaimana program nasional yang menyasar anak-anak dapat berjalan tanpa standar mutu ketat dan pengawasan maksimal? MBG bukan sekadar pembagian makanan, melainkan menyangkut keselamatan, kesehatan, dan masa depan generasi muda.
Temuan ayam setengah matang dan nasi hampir basi pada penyaluran perdana ini menjadi peringatan keras. Dalih teknis seperti pemadaman listrik tidak dapat dijadikan pembenaran ketika menyangkut keamanan pangan anak-anak.
Kini publik menanti evaluasi menyeluruh dan tindakan tegas dari pihak terkait. Program MBG dituntut benar-benar menghadirkan gizi, bukan risiko, serta dijalankan dengan standar keamanan pangan yang tidak bisa ditawar.
***
Sumber: Petrus.