| Foto, ilustrasi (Waspada dengan kegiatan Pungutan Liar) |
Queensha.id — Semarang,
Dalam momentum Hari Anti Korupsi Sedunia 2025, Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah memberi himbauan tegas kepada seluruh penyelenggara layanan publik. Pesan utamanya jelas yaitu berkomitmen total mencegah praktik korupsi, terutama korupsi kecil-kecilan atau petty corruption yang masih marak dan mengganggu kualitas pelayanan masyarakat.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Jawa Tengah, Siti Farida, menegaskan bahwa petty corruption bukan sekadar pelanggaran sepele. Meski nilainya kecil, praktik seperti uang pelicin, pemberian barang, atau permintaan imbalan ini langsung berdampak pada masyarakat dan merusak kepercayaan publik.
Lima Besar Masalah Layanan Publik yang Paling Banyak Dilaporkan
Farida memaparkan, sepanjang 2025, terdapat lima bentuk dugaan maladministrasi yang paling sering diadukan masyarakat ke Ombudsman Jawa Tengah:
- Penundaan berlarut
- Penyimpangan prosedur
- Tidak memberikan pelayanan
- Pengabaian kewajiban
- Permintaan imbalan uang atau barang
Khusus poin kelima, Farida menegaskan bahwa permintaan imbalan merupakan aduan yang paling banyak diterima.
“Bentuk maladministrasi berupa permintaan imbalan uang atau barang termasuk yang paling tinggi dilaporkan,” ujar Farida.
Ia menjelaskan bahwa akar dari petty corruption sering berawal dari perilaku buruk pelayanan, seperti prosedur dipersulit, kompetensi petugas rendah, hingga adanya diskriminasi layanan.
Layanan Dipersulit, Warga Tergoda Biaya Tambahan
Ketika pelayanan publik yang seharusnya mudah justru dibuat berbelit-belit, kondisi ini mendorong masyarakat untuk mengeluarkan biaya tambahan, baik secara sadar maupun terpaksa. Di titik itulah petty corruption mulai tumbuh.
“Jika layanan yang seharusnya cepat sengaja diperlambat, itu memicu masyarakat untuk memberi gratifikasi kecil-kecilan. Inilah akar dari petty corruption,” jelas Farida.
Dorongan untuk Terapkan Zero Tolerance terhadap Maladministrasi
Dalam peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia, Ombudsman Jateng menekankan pentingnya reformasi internal penyelenggara layanan publik melalui:
- peningkatan kualitas layanan,
- prosedur yang transparan dan mudah dipahami,
- kepastian biaya,
- ketepatan waktu,
- penguatan integritas petugas.
Farida mengingatkan bahwa memperbaiki layanan berarti menutup peluang terjadinya korupsi. Sebaliknya, ketika maladministrasi dibiarkan, korupsi akan tumbuh tanpa hambatan.
“Prosedur yang jelas, transparansi, dan kepastian layanan adalah langkah paling sederhana namun efektif untuk mencegah korupsi,” tegasnya.
Narahubung
Tim Humas Ombudsman Jateng
08119983737
***
Wartawan: Yusron.
Tim Redaksi Queensha Jepara