| Foto, Tunjinah, (Anah) warga Indramayu. |
Queensha.id - Indramayu,
Di tengah gemerlap dan hiruk-pikuk kehidupan Hong Kong, ada kisah sunyi yang dijalani seorang ibu muda asal Indramayu. Namanya Tunjinah, akrab disapa Anah (30), pekerja migran Indonesia (PMI) yang sudah lima tahun terakhir menggantungkan nasib di negeri orang. Kepergiannya dari Desa Tinumpuk, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, bukan tanpa sebab dan ia memikul mimpi besar untuk masa depan anak semata wayangnya.
Ibu Tunggal yang Harus Menguatkan Diri
Sejak bercerai, Anah menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga. Ia harus menguatkan langkah, sekalipun hatinya berat meninggalkan buah hati yang kini berusia lima tahun dan sebentar lagi masuk TK.
“Khawatir tinggalin anak pasti ada, apalagi seorang ibu. Mana ada yang mau jauhan sama anak. Tapi ya bagaimana lagi, demi masa depan anak aku,” ucap Anah melalui sambungan telepon, Minggu (7/12/2025).
Selama ia bekerja di Hong Kong, sang anak tinggal bersama neneknya di kampung halaman. Meski begitu, jarak tak pernah mengurangi perhatian Anah. Setiap hari, ia menyempatkan diri menelepon hanya untuk memastikan putranya baik-baik saja.
Mimpi yang Dulu Tak Bisa Ia Raih
Anah bercerita, ia hanya menempuh pendidikan sampai tamat SMP. Keterbatasan itu melekat kuat dalam ingatan, hingga ia bersumpah ingin nasib anaknya kelak jauh lebih baik.
“Kalau bisa aku pinginnya anak itu sekolahnya lebih tinggi dari orangtuanya, jadi orang yang pintar,” katanya lirih.
Doa itu setiap hari ia panjatkan dari kejauhan, berharap kelak anaknya bisa menjadi kebanggaannya merupakan sesuatu yang tidak sempat ia raih di masa muda.
Terbiasa Bekerja Keras Sejak Dini
Sebelum merantau, Anah sudah kenyang dengan berbagai pekerjaan serabutan di kampung. Namun ijazah SMP membuat peluang pekerjaan kian sempit. Ia pun memutuskan mencoba peruntungan sebagai PMI.
Sejak 2020, Anah bekerja sebagai asisten rumah tangga di Hong Kong. Baginya, mencari pekerjaan di luar negeri justru lebih mudah dan menjanjikan.
Dengan gaji sekitar Rp 10 juta per bulan, Anah dapat menabung, membantu orang tua, dan memenuhi kebutuhan anaknya.
“Alasan utama saya ke luar negeri memang demi anak,” ujarnya.
Mengobati Rindu Lewat Telepon
Kerinduan yang membuncah setiap hari sedikit terobati lewat telepon. Anah rutin menghubungi keluarganya di Tanah Air, terutama untuk memastikan perkembangan sang putra.
“Alhamdulillah kalau telepon, selalu, setiap waktu, setiap hari,” tuturnya.
Meski hanya lewat suara, baginya itu cukup untuk tetap merasa dekat dengan anak meski sesungguhnya jurang jarak terus menuntut ketegaran.
Jadi Kreator Konten demi Tambahan Penghasilan
Siapa sangka, di tengah rutinitas berat sebagai pekerja migran, Anah juga aktif membuat konten di media sosial. Awalnya hanya iseng mengisi waktu, kini justru menjadi sumber pemasukan tambahan.
“Iseng-iseng sih ngisi waktu saja,” katanya singkat.
Keaktifannya itu menjadi cara lain baginya untuk terus berkembang dan mempersiapkan diri menyambut masa depan yang lebih baik.
Mempersiapkan Kepulangan dan Masa Depan
Meski sudah terbiasa hidup sebagai PMI, Anah tak ingin selamanya berada di luar negeri. Ia merindukan tanah kelahirannya dan anak yang tumbuh tanpa sempat ia peluk setiap hari.
Kini ia mulai merencanakan kehidupan setelah pulang. Menabung untuk modal usaha kecil menjadi fokus utama. Ia berharap suatu saat bisa mandiri dan tetap mencukupi kebutuhan keluarga tanpa harus meninggalkan anak lagi.
“Planning sih banyak ya, malah banyak banget. Cuma nanti lihat ke depannya, lihat bujet juga, minta doanya,” ucapnya.
Kisah Anah adalah potret ketegaran seorang ibu yang rela menahan rindu demi masa depan anaknya. Di balik dunia gemerlap Hong Kong, ada air mata yang tertahan, ada doa yang tak pernah putus, dan ada harapan besar yang terus ia titipkan pada waktu.
***
Tim Redaksi.