Notification

×

Iklan

Iklan

Tak Semua Laris Meski Berlogo Sayap: Deretan Motor Honda yang Kurang Laku di Pasar Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 10.20 WIB Last Updated 2025-12-22T03:21:14Z
Foto, deretan foto-foto motor bermerk Honda.


Queensha.id - Otomotif,


Honda selama puluhan tahun dikenal sebagai penguasa pasar sepeda motor Indonesia. Reputasinya nyaris tak tergoyahkan karena memiliki jaringan diler luas, suku cadang melimpah, dan citra “motor aman dibeli” melekat kuat di benak konsumen. Namun di balik dominasi tersebut, ada fakta yang jarang dibicarakan yaitu tidak semua motor Honda sukses di Tanah Air. Sejumlah model justru tenggelam, kalah pamor, bahkan dilabeli sebagai produk yang kurang laku. 


Penyebabnya beragam, mulai dari desain yang tak sejalan dengan selera lokal, banderol harga yang dinilai kemahalan, hingga posisi produk yang terjepit oleh “saudara sendiri” dalam satu merek. Fenomena ini membuktikan bahwa nama besar saja tak cukup untuk menaklukkan pasar Indonesia yang sangat selektif.


Honda Genio: Terjepit di Antara Beat dan Scoopy

Honda Genio menjadi contoh paling jelas soal salah strategi segmentasi. Di atas kertas, motor ini tak punya masalah berarti. Namun kehadirannya di antara Honda Beat yang murah dan irit, serta Honda Scoopy yang kuat secara desain dan citra, membuat Genio kehilangan identitas.


Konsumen yang mencari skutik ekonomis akan memilih Beat. Mereka yang menginginkan gaya dan karakter jelas cenderung menjatuhkan pilihan ke Scoopy. Genio, yang tak menawarkan keunggulan mencolok, akhirnya kesulitan mendapat tempat di pasar yang sudah sangat padat.


ADV dan EDV: Gaya Adventure yang Terlalu Niche

Honda ADV 160 dan sebelumnya EDV 150 hadir membawa konsep skutik adventure sesuatu yang unik di kelasnya. Desainnya gagah, ground clearance tinggi, dan aura petualang kuat. Namun, justru di situlah masalahnya.


Postur besar dan bobot berat membuat motor ini kurang bersahabat bagi sebagian besar konsumen Indonesia, yang mengutamakan kepraktisan harian. 


Harga yang relatif tinggi juga menjadi penghalang, terutama ketika konsumen bisa mendapatkan skutik premium lain seperti PCX atau Vario dengan kenyamanan lebih familier. Ditambah catatan soal kenyamanan penumpang belakang, ADV dan EDV akhirnya hanya digemari segmen terbatas.


Honda PCX: Kalah Start dari NMAX

Berbeda dengan model lain, Honda PCX 160 sebenarnya tidak bisa disebut gagal total. Namun dalam persaingan ketat skutik bongsor, PCX kerap terlihat kalah pamor dari rival utamanya, Yamaha NMAX.


Keterlambatan peluncuran PCX versi lokal memberi NMAX keunggulan awal yang krusial. Basis penggemar NMAX telanjur terbentuk kuat, sementara generasi awal PCX sempat diterpa isu teknis seperti suspensi belakang dan suara CVT. Meski kini PCX telah jauh berkembang dan matang, efek persaingan awal itu masih membekas dalam persepsi konsumen.
Model Lama dan Skuter Eropa yang Salah Sasaran


Daftar motor Honda yang kurang diterima pasar juga mencakup nama-nama seperti :

1. Honda Karisma, 
2. Honda CS1, 
3. Honda Kirana, 
4. Honda Supra XX, 
5. Honda Blade 110, 
6. Honda SH150i. 


Masing-masing memiliki cerita kegagalannya sendiri. Honda SH150i, misalnya, mengusung konsep skuter roda besar ala Eropa.



Namun, desain ramping dan harga tinggi membuatnya sulit bersaing di Indonesia, pasar yang lebih menyukai skutik gambot dengan tampilan sporty. Segmentasi yang terlalu sempit menjadikan SH150i dan model sejenis hanya sebagai produk niche, bukan tulang punggung penjualan.


Pelajaran dari Motor yang Kurang Laku

Kasus motor Honda yang gagal di pasar Indonesia menegaskan satu hal penting: kekuatan merek bukan jaminan kesuksesan mutlak. Desain yang tepat, harga yang realistis, waktu peluncuran yang akurat, serta pemahaman mendalam terhadap karakter konsumen lokal adalah kunci utama.


Pasar Indonesia cenderung menyukai motor yang praktis, nyaman, irit, dan memiliki identitas jelas. Ketika sebuah produk tak memenuhi kriteria itu, konsumen tak ragu beralih dan bahkan ke model lain dalam merek yang sama.


Bagi Honda, deretan motor yang kurang laku ini menjadi pengingat bahwa inovasi harus selalu diiringi riset pasar yang tajam. Karena di Indonesia, motor terbaik bukan yang paling canggih, melainkan yang paling dipahami oleh penggunanya.


***